sum tayangan laman

Monday, February 13, 2012

Islam Protestan

Avf bready plur (Mlg, 12 Feb 2012 malam, minggu kedua 3-12 Februari 2012)

Ketika SMA dulu memang menjadi sebuah hal yang lumrah untuk mempelajari ekonomi (konvensional). Diajarkan untuk mempelajarinya tanpa mengetahui apa sebenarnya yang terkandung didalamnya. Ekonomi yang kita ketahui saat SMA dulu adalah bagaiamana cara memenuhi kebutuhan kita yang tidak terbatas dengan mengalokasikan SDA yang jumlahnya terbatas. Sejatinya hal tersebut merupakan pengertian ekonomi dari para pemikir konvensional (barat).

Oleh bapak-ibu guru kita, kita diberi tahu tentang pengertian ekonomi yang seperti itu. Namun bukan salah bapak-ibu guru kita juga yang telah mengajarkan ekonomi macam itu. Karena beliau2 ketika belajar di bangku kuliah dulu, belajar konspe ekonominya dari pemikir2 barat sana. Hasilnya ya seperti yang terjadi sekarang ini.


Padahal, jika melihat ekonomi dalam Islam, SDA itu tidak terbatas, melainkan kebutuhan kitalah yang terbatas.


Saya kira permasalahan ekonomi yang kini sedang terjadi karena pemahaman ekonomi yang tertanam pada benak kita adalah salah. Salah karena sejak duduk di bangku sekolah yang diajarkan ya bukan ekonomi menurut Islam. Tapi ekonomi menurut musuh2 Islam.


Saya pernah mendengar Ustad Alimin Muchtar (salah satu ustad saya di Arrohmah Hidayatullah Malang) mengatakan, semua hal yang ada pada kita awalnya merupakan sebatas anggapan, kemudian dari anggapan yang kita punya berubah menjadi sebuah perbuatan yang kita lakukan sehari-hari. Dari kelakuan kita itu, maka berubah menjadi kebiasaan. Dan apabila kebiasaan itu telah lama terpatri dalam diri, maka akan menjadi suatu keyakinan. Jika sudah menjadi keyakinan, maka akan sangat sulit untuk merubahnya. Dari keyakinan itu barulah muncul agama.


Seperti itulah kawan. Ekonomi yang telah kita pelajari dulu, sekarang telah menjadi pemahaman yang kita yakini bahwa itu benar. Ekonomi konvensional yang dulu ada di buku2 ekonomi kita, telah banyak pengaruhi otak kita sehingga benar2 termindset ekonomi konvensional adalah hal yang tepat!


Dan, hasilnya ya seperti kini. Permasalahan ekonomi kompleks selalu saja terulang. Terulang dan telah menjadi sebuah siklus. Tapi, orang2 seakan tidak bisa mengambil pelajaran dari masalah ekonomi yang selalu saja terulang. Sebenarnya, mereka semua tahu bahwa hal itu adalah salah, mereka tahu solusi dari masalah itu, mereka tahu bahwa ekonomi konven yang mereka bawa itu tak memberikan manfaat bagi semua (hanya segelintir orang saja). Namun, saya kira mereka tak mau menyelesaikan masalah itu karena satu faktor, yakni KESERAKAHAN .


Mengapa bisa serakah? Saya berpendapat karena keyakinan mereka kebanyakan telah salah. Ekonomi konvensional kan berawal dari negeri barat sana, otomatis pemikirnya adalah tokoh2 dari barat sana pula. Lewat keyakinan salah yang mereka punyai, maka hasil pemikirannya pun akan berujung pada salah kaprah. Tidak berpedom pada kitab yang benar, maka acuannya pun jauh dari kebenaran.


Sebetulnya dalam kitab mereka telah ada pula larangan2 yang bertujuan pada kesejahteraan bersama (larangan riba salah satunya). Dulu, kitab mereka itu benar sebelum datangnya Islam. Namun setelah Islam datang dan Qur’an membenarkan kitab2 yg ada pada mereka, mereka yang bukan Islam tak mau mengimani, lantas beragama tanpa asas yang benar. Kitab2 mereka ditulis oleh orang2 dari golongan mereka. Otomatis, penulisan ayat2 dalam kitab mereka dipengaruhi oleh ego dan emosi mereka masing. Sehingga terjadilah perubahan sedikit banyak dalam kitabnya. Lantas hal ini berbuah pada ketidakbenaran yang terkandung dalam kitab mereka.


Kita semua paham lah, bahwa yang menciptakan sesuatu itu, paling bisa dan paling paham/mengerti apa yang terbaik buat ciptaannya itu. Contohnya menurut guru Aqidah akhlaq saya, Ustad Muhdi, adalah jika kita pencipta pulpen, maka kita yang menciptakan pulpen itu lah yang paling tahu tinta apa yang semestinya dipakai, bagaimana cara memakainya, dan lain-lain tentang semua hal pulpen itu. Jika hal2 berkaitan tentang pulpen itu diserahkan pada tukang ledeng, mau jadi apa? Bisa2 pulpen itu dikasih pipa (apa hubungannya?), terus tintanya diganti dengan air, jadinya, ya jaka sembung naik ojek ! Nggak nyambung jack ! Begitu pulalah kehidupan kawan, aturannya ya harus bersumber dari Yang Benar2 Paham Akan Kehidupan itu sendiri, Yang Menciptakan Kehidupan itu sendiri. Jika “yang diciptakan/manusia” membuat aturan2 sendiri tentang kehidupannya, maka jadinya yang juga nggak nyambung !


Berlanjut lagi, maka dari pemahaman orang2 barat sana, tertularlah orang2 kita yang ada di Indonesia ini. Otaknya otak barat. Otomatis perbuatan, pemahaman, dan semuanya sedikit banyak terpengaruh dari pemikiran barat tersebut.


Seperti saya ungkap di atas, sebenarnya mereka semua tahu cara mengatasi permasalahan ekonomi yang ada kini, hanya saja unsur keSERAKAHan milik barat yang telah menular dan menyatu dalam darah daging mereka, membuat mereka ogah membenarkan kesalahan itu. Dengan kekuasaan mereka, mereka selalu mencoba untuk memperkaya diri sendiri, tanpa peduli, tanpa melihat ke bawah, tanpa berpikir dalam2 apa yang sebenarnya telah mereka lakukan. Tak hirau apa yang terjadi pada orang lain, tak pikir apa dampak yang ditimbulkan nanti pada sekitar, yang penting sejahtera ada pada dirinya. “Lantas, masalah buat Looo?”. Salah moral, moral hazard, dan amoral jadinya jika sudah seperti itu. Hanya segelintir orang sebenarnya yang punya kekuasaan dan berbuat sperti itu (menyalahgunakan kekuasaannya). Namun, karena nila setitik, maka hancurlah semuanya.


Itulah kawan, maka semuanya harus berawal dari Aqidah yang benar. Tampaknya, kini telah banyak bermunculan Islam2 protestan di negeri ini, yang mana pemikiran dari Islam protestan itu jauh dari apa yang sebenar2nya Islam sejati bawa. Ini hal utama yang mestinya menjadi perhatian.


Lantas, untuk merubah atau menyelesaikan problem ekonomi yang kini tengah bergelora tidak saja di Indonesia namun juga di dunia, proses pembenaran Aqidah orang2 Islam harus segera dilakukan. Pendidikan moral dan nilai2 yang benar harus selekas mungkin dilaksanakan.


Aqidah terlebih dahulu dibina yang benar, baru bicara lainnya. Namun tak menutup kemungkinan untuk situasi seperti saat ini pembinaan aqidah berjalan bersandingan dengan hal2/aktivitas yang tengah kita lakukan saat ini. Itu bagi kita yang telah dewasa.


Bagi anak-cucu kita di masa depan, usahakanlah pendidikan aqidah akhlaq harus benar2 selalu mewarnai mereka mulai mereka kecil hingga dewasa. Mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi (PT). Bahkan hingga akhir hidup. Senantiasa selalu membina aqidah yang benar. Kalau ini yang terjadi, insya Allah hasilnya sungguh Istimeewa.. PLUR !

No comments:

Post a Comment