sum tayangan laman

Thursday, January 19, 2012


DISTRIBUSI PENDAPATAN LEWAT ZAKAT UNTUK MENGATASI KEMISKINAN DI INDONESIA


MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Ekonomi Pembangunan
yang dibina oleh Bapak Bahtiar Fitanto, SE., MT.



Oleh
Achmad Afif Hajid Nasrullah
105020101111002























JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Januari 2012





Pengantar
Indonesia dengan penduduk sekitar 240 juta masih termasuk dalam kelompok negara dunia ketiga atau negara berkembang. Banyak orang menyebut negeri ini penuh dengan kekayaan alamnya, melimpah begitu sangat hingga dinobatkan sebagai negara dengan penghasilan alam terbesar di dunia.
Dikatakan demikian bukan tanpa dasar, selalu ada alasan orang untuk mengungkapkan Indonesia adalah yang terbaik hasil alamnya. Namun, masalah sosial yang pelik kerap mewarnai belantika kehidupan masayarakat Indonesia. Salah satunya adalah kemiskinan. Hal ini menjelma menjadi masalah klasik yang selalu membuat rezim pemerintahan manapun yang berperan sebagai pejabat publik di Indonesia sulit mengentaskannya.
Mulai dari zaman penjajahan. Belanda dan Jepang telah menghancurkan mental bangsa Indonesia hingga kebanyakan masyarakatnya bermental tempe. Untung saja ditengah penjajahan itu muncul tokoh-tokoh yang bisa membuat perubahan. Sebut saja Ir. Soekarno, dengan semangat revolusinya beliau mampu melecutkan daya juang pada diri setiap orang, lalu Ki Hajar Dewantara dengan perhatian pada dunia pendidikan sanggup membuka cakrawala pemikiran manusia Indonesia untuk maju meninggalkan kebodohan.
Era orde lama berjalan dengan sedikit kompleks, salah satunya diwarnai dengan maraknya kelompok komunis di daerah yang coba merubah ideologi Pancasila dengan ideologi komunisnya. Kemiskinan kala itu masih menggelayuti atap-atap rumah kebanyakan orang. Dilanjutkan dengan kepemimpinan Soeharto di era orde baru, angin segar sempat berhembus dengan murahnya harga-harga bahan pokok terutama bahan pangan di pasaran. Namun, angin segar itu di selimuti dengan praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) sejumlah pejabat publik yang tak lama kemudian mengantarkan rezim orde baru itu berakhir dengan mengenaskan.
Kini era reformasi berjalan, tapi tetap saja tak mampu berbuat banyak soal pengentasan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi saja yang dibanggakan. Trasnsaksi di pasar modal dan pasar uang saja yang di perhatikan. Apa gunanya pertumbuhan ekonomi jika masih sangat banyak sekali masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Apa manfaatnya gejolak di pasar modal maupun pasar uang jika isinya melulu hanya spekulasi-spekulasi yang berdampak pada tingginya tingkat inflasi, pengangguran dan kemiskinan. Saya suatu waktu sempat melihat acara gurauan di televisi, “Apa langkah Bapak untuk memajukan Indonesia?”, tanya seseorang yang berperan sebagai wartawan, “Saya akan memberantas kemiskinan, orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan akan saya tingkatkan untuk hidup di pas garis kemiskinan.”, jawab seseorang yang berperan laiknya pejabat negara itu. Hal tersebut setidaknya mencerminkan kurang maksimalnya upaya pemerintah untuk mengurusi masalah kemiskinan yang telah lama mencekik rakyat kecil Indonesia.
Negeri dengan penduduk mayoritas muslim ini tampaknya kurang memiliki sense of belonging terhadap lingkungan yang ada di sekitarnya. Jika menengok realita yang disuguhkan, ironis sekali, umpama seekor tikus yang mati di lumbung padi. Kemiskinan yang selalu saja terulang tiap waktunya berujung pada kelaparan rakyat. Kelaparan laiknya telah menjadi “kawan sejati” bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Dan jika telah mencapai klimaksnya, bukan hal aneh lagi di saat kita sama-sama melihat tragedi kematian disebabkan karena faktor kelaparan. Dus, solusi dari kasus ini perlu dicari, dan salah satu solusi dari banyak solusi yang ditawarkan kemudian adalah dengan distribusi pandapatan melalui zakat.
1.   Zakat di Indonesia

a.    Pengertian Zakat
Muhammad Shalih al-Utsaimin (2008:45) memberikan pengertian,
Zakat menurut bahasa artinya bertambah dan berkembang. Setiap sesuatu yang bertambah jumlahnya atau berkembang ukurannya dinamakan zakat. Dikatakan, Zakazzar’u apabila tanaman itu berkembang dan bagus. Adapun secara syara’ yaitu beribadah kepada Allah SWT dengan mengeluarkan bagian wajib secara syara’ dari harta tertentu dan diberikan kepada sekelompok atau instansi (zakat) tertentu.
            Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim belum semuanya paham dan sadar betul akan kewajibannya untuk mengeluarkan zakat. Terdapat macam-macam bentuk zakat yang jamak didengar di Indonesia, antara lain :
1.    Zakat Profesi, yakni zakat yang dikeluarkan oleh setiap individu dari penghasilan pekerjaannya selama satu tahun.
2.    Zakat Mal, yakni zakat yang dikeluarkan oleh setiap individu dari harta yang dimilikinya.
3.    Zakat Fitrah, yakni zakat yang dikeluarkan saat sebelum perayaan Idul Fitri.

Dari ketiga macam zakat ini, zakat yang paling banyak dipahami oleh kebanyakan orang adalah zakat fitrah saja. Sementara dua lainnya tidak banyak dipahami masyarakat. Padahal masih banyak lagi  macam zakat yang disayariatkan oleh agama. Hal inilah yang menyebabkan kurang begitu dirasakan manfaatnya dari zakat kini. Potensi zakat di Indonesia sangat besar, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyebut potensi zakat yang bisa dihimpun di Indonesia mencapai Rp217 triliun per tahun, namun saat ini baru bisa dihimpun Rp1,5 triliun. Ini bukti bahwa potensi zakat itu belum digali secara maksimal.

b.    Tantangan Zakat

Menurut M. Arifin Purwakananta (2008:24) ada lima tantangan yang dihadapi lembaga zakat di Indonesia sehingga tidak mampu menggali potensi zakat itu secara maksimal, antara lain :
1.    Institutional Buliding (Pembangunan Kelembagaan)
2.    Tatanan Zakat Nasional
3.    Ketiadaan Insentif Negara terhadap Gerakan Kemasyarakatan
4.    Jaringan itu Sendiri
5.    Konsistensi
Jika dilihat dari kelima tantangan di atas, kecuali nomor tiga, tantangan tersebut berasal dari dalam “tubuh” lembaga itu sendiri. Masalah sumberdaya manusia dan standard operasional masih menjadi kelemahan serius bagi kelembagaan zakat di Indonesia. Kemudian banyaknya institusi zakat yang ada dan tidak mau bersinergi bersama juga menghambat terbentuknya kekuatan besar untuk memaksimalkan potensi zakat. Dan penghambat terakhir adalah hal yang klasik, yakni konsistensi. Lembaga yang konsisten untuk menjalankan visi misinya secara berkelanjutan tidak banyak. Terkadang di tengah jalan muncul aral melintang yang lantas membuat sejumlah instansi zakat melenceng dari tujuan aslinya atau bahkan mandeg begitu saja karena faktor inkosistensi.
c.   Macam-Macam Zakat
            Dengan beragamnya pekerjaan yang tersedia di Indonesia, tentu pengenaan zakat yang diterima berbeda-beda takarannya. Menurut Adiwarman A. Karim (Jurnal Ekonomi Syari’ah:6, 2001) Ada beberapa macam zakat yang potensial jika benar-benar diterapkan:
1.    Zakat Peternakan
Zakat peternakan dikenakan tingkat yang regresif atau semakin banyak maka semakin rendah tingkat zakatnya. Mengapa begitu? Karena dengan pengenaan seperti ini maka akan membuat biaya produksi lebih murah. Lantas hal ini berujung pada tersedianya ternak yang dijual di pasaran jadi lebih murah. Dan dengan murahnya harga ternak, maka Indonesia bisa pelan-pelan meninggalkan sektor impor ternak dengan swasembada ternak sendiri.
2.    Zakat Perdagangan
Zakat perdagangan ini dikenakan berdasarkan keuntungan yang diperoleh. Semakin besar keuntungan maka semakin besar zakat yang dibayarkan. Bukan berdasarkan harga jual yang dapat mempengaruhi penawaran barang dan jasa di pasaran, juga tidak menaikkan harga jual (tidak mempengaruhi kurva penawaran)..
3.    Zakat Pertanian/Lahan
Zakat pertanian dikenakan berdasarkan produktivitas lahan tani itu, bukan berdasarkan zoning. Jadi setiap orang yang berprofesi sebagai petani akan masih bisa berproduksi meski usahanya tidak begitu produktif. Sehingga tak ada lagi cerita petani yang termarjinalkan karena terkalahkan oleh pengusaha yang bermodal besar.

Dari ketiga hal di atas, hendaknya mampu menjadikan perekonomian Indonesia—terutama sektor riil—bergairah. Karena sesungguhnya keadilan bukan terletak pada harus sama-rata atau sama-rasa antar setiap penduduk, namun lebih dari itu, keadilan merupakan pemenuhan hak-hak seseorang untuk bisa hidup sejahtera dan damai secara bersama-sama.

2.    Optimalisasi Distribusi Pendapatan dengan Zakat

“Melalui zakat juga terjalin kedamaian masyarakat dengan bersatunya hati mereka.” (Muhammad Shalih al-Utsaimin, 2008:48). Dari sini terlihat bahwa orang miskin dan orang kaya akan dapat bersatu hatinya ketika si Kaya memberikan dengan ikhlas zakatnya kepada si Miskin. Realitanya, kini di Indonesia sebagian besar orang-orang yang bergelimangan dengan hartanya justru enggan menyentuh ranah yang berbau-bau agama, dari situ maka pengetahuannya tentang norma dan nilai agama macam zakat otomatis tak akan ada. Dan dengan begitu maka muncullah sifat tamak dan acuh tak acuh terhadap orang-orang miskin yang semestinya ia zakati. Padahal sesungguhnya terdapat sebagian hak orang lain pada harta yang kita miliki, tak semua harta kita yang kita miliki itu milik kita.
Selain itu, lewat zakat juga bisa menjalin rasa perdamaian antar-masyarakat. Maraknya kegiatan kriminal saat ini salah satu faktornya adalah karena dilatarbelakangi oleh motif ekonomi. Orang yang merasa harus memenuhi kebutuhannya sementara hatinya tak kuat menahan diri, maka akan memperolehnya lewat jalan pintas. Kemudian menghalalkan segala cara walaupun bertentangan dengan norma agama dan masyarakat. Hingga yang terjadi kini adalah perampokan yang dilakukan komplotan bersenjata, pembunuhan pembantu rumah tangga terhadap majikannya, pembobolan ATM oleh sekelompok orang tak dikenal, dan penjambretan uang dan perhiasan di jalan raya.

Sesungguhnya berbagai sistem ekonomi memiliki kepedulian tentang problematika distribusi dengan menilainya sebagai problematika ekonomi paling riskan dan menonjol yang dialami oleh berbagai masyarakat dulu dan sekarang, di timur maupun barat, dan menilai problematika distribusi sebagai cabang dari problematika ekonomi, bahkan sebagai sebab terpenting, jika bukan satu-satunya sebab. (DR. Jaribah bin Ahmad, 2006:212)

         Tak dipungkiri lagi, distribusi merupakan masalah utama yang dihadapi oleh setiap bangsa, tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu, setidaknya dengan segala kekuatan yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia, semua kebijakan yang dikeluarkan haruslah bercermin pada pendistribusian pendapatan secara adil dan merata.
            Dengan mengundang-undangkan zakat sebagai peraturan tetap, kemudian mendukung peran serta setiap lembaga/instansi zakat yang bertugas menghimpun dana zakat dari masyarakat, maka hal ini seolah akan menjadi oase yang menyegarkan di tengah “padang pasir” kemiskinan yang diderita rakyat kecil Indonesia.
            Akhirnya, semoga semua elemen yang terlibat di dalam perekonomian Indonesia mampu menyikapi pendistribusian pendapatan lewat zakat sebagai langkah konkret untuk solusi mengentaskan kemsikinan yang telah lama mendera negeri ini, dan mampu menumbuh-suburkan jalinan cinta kasih antar sesama manusia sehingga melahirkan tatanan hidup yang damai, bersatu, dan saling menghormati.
(Achmad Afif Hajid Nasrullah, born in Boardbehind city,Borneo, 26th April '93. Now live in Unlucky city, Java.)



Daftar Pustaka

Bin Ahmad Al-Haritsi, Jaribah. 2006. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab. Jakarta: Khalifa (Pustaka Al-Kautsar Grup).

Karim, Adiwarman A. 2001. Solusi Total Krisis Multidimensional. Jurnal Ekonomi Syari’ah, 1 (1):6-7.

Purwakananta, M. Arifin dkk. 2008. Gerakan Zakat untuk Indonesia. Jakarta: KB Press & Dompet Dhuafa.

Shalih al-Utsaimin, Muhammad. 2008. Ensiklopedi Zakat : Kumpulan Fatwa Zakat Syaikh Muhammad al-Utsaimin. Jakarta: Pustaka as-Sunnah.


No comments:

Post a Comment